Euforia AFF Cup sudah berakhir, tropi sudah di Kuala Lumpur namun banyak kalangan masih saja ramai memperbincangkan ini dan itu, pro kontra dan semacamnya.
Jenuh dengan keadaan ini, saya ingin sharing kepada anda semua salah satu tulisan Kahlil Gibran yang cukup menenaNgkan hati setiap selesai membacanya. Sebagian besar mungkin sudah pernah mendengarnya, membacanya atau juga tulisan ini ada di salah satu buku koleksi KG anda.
NASEHAT JIWAKU PADA DIRIKU SENDIRI
Jiwaku mengajar dan mendidikku untuk mencintai apa yang orang lain benci dan menjadi teman bagi siapa saja yang dicaci maki.
Jiwaku menunjukkan pada diriku bahwa cinta juga merasa bangga terhadap dirinya, bukan hanya kepada orang yang dicintainya. Lebih dari itu juga kepada orang yang mencintainya.
Sebelum jiwaku mengajariku, cinta dihatiku seperti benang tipis yang terikat pada dua pasak. Tetapi kini, cinta telah menjadi sebuah lingkaran keramat yang permulaannya adalah akhir dan akhirnya adalah awal. Cinta itu mengelilingi setiap makhluk dan perlahan-lahan berkelana kemana-mana dan memeluk siapa saja yang dapat direngkuhnya.
Jiwaku menasehati dan megajariku untuk mengerti keindahan kulit, sosok dan warna-warni yang tersembunyi. Ia memintaku untuk merenungkan apa yang dianggap orang lain lucu, juga merenungkan pesona dan kesenangan yang sebenarnya.
Sebelum jiwaku member anjuran padaku, aku melihat keindahan seperti sebuah sinar lampu yang bergetar diantara kepulan asap. Setelah asap itu lenap, aku melihat kekosongan, hanya lidah api yang tampak.
Jiwaku mengajari dan mendidikku untuk mendengarkan suara-suara yang tidak terucap oleh lidah, taring dan bibir.
Sebelum jiwaku mengajariku, aku mendngar kekosngan, tetapi tiba-tiba ada teriakan dan lengkingan. Sekarang aku tak sabar untuk menemui kesunyian dan mendengar padua suara yang menyanyikan lagu kehidupan, cakrawala yang keluar dan rahasia yang tak tampak.
Jiwaku mengajari dan memintaku untuk meminum anggur yang tidak dapat diambil dan dituang dari kendi yang dapat diangkat tangan dan disentuh bibir.
Sebelum jiwaku mengajariku, dahagaku layaknya lentik api yang hamper padam tertutup abu, namun abu yang dapat dibersihkan dengan seteguk air.
Namun sekarang, keinginan menjelma menjadi cangkirku, kesayanganku, anggurku, kesepianku, kemabukanku sendiri. Dalam dahaga yang tak tertuntaskan terdapat kegembiraan abadi
Jiwaku mengajari dan mendidikku untuk menyentuh apa saja yang tidak menjelma. Jiwaku membukakan mataku bahwa apa saja yang kita sentuh adalah bagian dari nafsu kita.
Namun, saat ini jari-jariku telah menyentuh kabut, menembus apa yang tampak di alam dan bercampur dengan apa yang tidak tampak.
Jiwaku memintaku mencium bau harum tanpa wewangian kemenyan.
Sebelum jiwaku mengajariku, aku sangat membutuhkan parfum di taman, di botol atau di pedupaan.
Tetapi, aku dapat menikmati bau dupa bakar untuk pemujaan. Dan kuisi hatiku dengan wewangian yang tidak pernah dihembuskan oleh anginsegar.
Jiwaku mengajari dan mendidikkuuntuk berkata, “Aku telah siap” ketika makhluk tak dikenal datang memanggilku.
Sebelum jiwaku mengajariku, mulutku tidak berkata-kata kecuali hanya meluapkan tangisan yang aku sadari, dan tidak berjalan kecuali diatas jalan yang mudah dan mulus. Sekarang makhluk tak dikenal itu telah menjadi seekor kuda yang dapat kunaiki untuk mencapai Tuhan, dan daratan telah menjadi tangga di mana aku memanjatnya untuk meraih puncak.
Jiwaku berbicara padaku, jangan mengukur waktu dengan mengatakan, “yang ada hanyalah kemarin dan hari esok”. Dan sebelum jiwaku berkata padaku, aku membayangkan waktu yang lalu seperti epos yang tidak pernah berulang, sedangkan masa depan adalah epos yang tidak dapat diganti.
Sekarang aku menyadari bahwa saat sekarang mengandung semua waktu dan di dalamnya semua harapan dapat disandarkan, dengan cara bekerja keras guna mewujudkannya.
Jiwaku menyadari dan mendesakku agar tidak membatasi ruang dengan mengatakan,”Di sisi, di sana, dan di seberang sana”.
Sebelum jiwaku mengajariku, aku merasa bahwa dimana saja aku berjalan selalu jauh dari tempat lain. Detik ini aku menyadari bahwa dimana aku berada, aku mempunyai seluruh ruang, dan jarak yang kutempuh adalah sepanjang dunia.
Jiwaku meminta dan menasehatiku untuk bangun ketika aku tidur. Dan supaya tidak tidur jika orang lain bekerja. Sebelum jiwaku mengajariku, aku tidak melihat mimpi-mimpi mereka didalam tidurku, mereka juga tidak mengetahui apa yang kupikirkan.
Sejak hari ini aku tidak pernah lagi berlayar ke lautan mimpi, jika mereka tidak melihatku dan tidak terbang membumbung tinggi ke angkasa serta jika mereka sudah menikmati kegembiraan dalam kebebasan.
Jiwaku mengajariku, dan sapanya, “jangan terlalu gembira jika di puji, dan jangan bersedih jika disalahkan”. Sebelum jiwaku memberiku nasehat, aku meragukan harga pekerjaanku.
Kini kusadari bahwa pohon-pohon menguncup di musim semi, berbuah di musim panas tanpa berharap untuk di puji. Daunnya rontok di musim gugur dan tubuhnya telanjang di musim dingin tanpa merasa takut disalahkan.