Translate

February 17, 2011

Bad Mood Picu Terjadinya Depresi

Keunikan Mood
Istilah mood tentunya bukan istilah baru bagi kita, istilah mood itu kita pahami sebagai suasana batin tertentu, bisa bad dan bisa good. Namun mengutip dari Wikipedia misalnya, mood adalah keadaan emosi (state of emotion) yang berlangsung secara relatif, yang sebab-sebabnya seringkali subyektif atau tidak jelas. 

Jika kita merasa takut, itu ada sebabnya, entah faktual atau perceptual (sebab-sebab yang dipersepsikan seseorang). Sama juga kalau kita merasa gembira. Kegembiraan muncul karena sebab-sebab tertentu. Tapi untuk mood, sebabnya seringkali tidak jelas atau stimulusnya kerap kurang faktual. Misalnya, kita tahu-tahu merasa bad mood saat hendak berangkat ke kantor.
Menurut  Philip G. Zimbardo (Psychology and Life: 1979), mood adalah keadaan emosi tertentu yang tidak masuk dalam kategori state (emosi yang dipicu oleh faktor eksternal tertentu) atau trait (bentuk emosi yang menjadi bawaan seseorang). Perubahan mood  bisa berlangsung dalam ukuran jam atau hari. Bagi sebagian orang, perubahan mood kerap mempengaruhi gairahnya untuk  melakukan sesuatu atau bahkan bisa mempengaruhi keputusan dan tindakannya.

Mood Disorder
Di dalam kajian Psikologi, mood disorder diartikan  perubahan mood yang sudah tidak sehat lagi atau kacau. Dr. C. George Boeree, dari Shippensburg University (Mood Disorder: 2003), menjelaskan bahwa Mood Disorder merupakan sisi ekstrim yang sudah tidak sehat (patologis) dari perubahan mood tertentu, misalnya terlalu girang atau terlalu malang (sadness and elation).  



Gaya Hidup Depresif
Perlu di perhatikan bahwa seberapa sering kita mengalami perubahan mood, dan bagaimana perubahan mood itu berdampak pada diri kita, lingkungan, dan orang – orang di sekeliling kita.  Apabila ketika perubahan mood yang kita alami itu sudah berdampak  pada hal-hal yang negative.
Yang terpenting untuk kita telaah apabila perubahan mood sudah menjurus pada hal-hal yang buruk adalah gaya hidup, kebiasaan, atau tradisi, dalam arti prilaku yang berulang-ulang kita lakukan secara hampir tidak kita sadari sepenuhnya. 

Gaya hidup yang bisa menjelaskan munculnya mood secara kebablasan (patologis) adalah gaya hidup depresif.  Seperti yang kita ketahui, depresi adalah stress yang berlanjut atau gagal kita tangani secara positif.  Dalam prakteknya, depresi itu ada yang sifatnya respondent dan ada yang sifatnya sudah menjadi tradisi yang berlangsung  lama.
Depresi yang sifatnya respondent pada umumnya  dipicu oleh kejadian eksternal yang kita rasakan stressful, seperti misalnya ada tragedi diri yang membuat kita harus hengkang dari kantor atau perusahaan yang selama ini kita besarkan, perceraian yang diawali peristiwa yang menyakitkan, atau kematian yang tidak normal menimpa orang tersayang, dan berbagai peristiwa lain yang sulit kita terima secara langsung. Jika acuannya praktek hidup, depresi yang respondent umumnya diketahui sebab-sebabnya atau kronologisnya.

Berbeda dengan depresi yang sudah menjadi gaya hidup. Mungkin ada pemicunya, tetapi pemicu itu tidak kita sadari sehingga menggunung dan perlahan-lahan membuat kita merasa dikelilingi oleh berbagai beban, tekanan, dan ancaman.

Untuk mengkaji mungkinkah hidup kita sehari-hari diliputi berbagai beban, tekanan, dan ancaman yang depresif itu, gejala secara umum di bawah ini dapat kita jadikan acuan:
  •  Menurunnya energi untuk melakukan sesuatu, bad mood.
  •  Sulit berpikir atau berkonsentrasi sehingga membuat kita lupa atau tidak menyadari tanggung jawab, dari mulai yang sepele.
  •  Inginnya tidur terus atau sulit tidur, ingin makan terus atau sulit makan.
  •  Tidak care lagi terhadap urusan penampilan, misalnya acak-acakan.
  •  Sulit mengambil keputusan atau cepat berubah-ubah keputusannya (tidak bisa dipegang).
  •  Mengalami kelambanan psikomotorik, seperti ngomongnya sepenggal-sepengal, lamban merespon sesuatu, atau malas berbicara.
  •  Berpikir secara tidak sehat mengenai kematian.

Bagaimana melepaskan diri dari belenggu depresi?
Dalam berbagai literatur, memang banyak pernyataan ahli yang mengingatkan agar kita tidak cepat berkesimpulan bahwa perubahaan mood yang sudah menciptakan gangguan itu murni karena depresi. Untuk mengetahui sebab-sebab yang spesifik, diperlukan pendalaman oleh tenaga ahli. Dan itu umumnya butuh waktu. 


Namun, semua hampir sepakat bahwa depresi dapat membuat seseorang lebih sering dikendalikan oleh suasana batin dalam mengambil keputusan sehingga layak bisa dibilang mut-mutan. Karena batin kita sedang depresif, maka keputusan kita pun mencerminkan gejala-gejala depresi seperti di atas. Misalnya tidak konsentratif, tidak bergairah untuk bertanggung jawab, dan sebagainya.

Banyak peristiwa menyakitkan yang tak sanggup diantisipasi oleh manusia bahkan oleh negara sekali pun, semisal kejadian bencana. Baik bencana karena ulah manusia, atau bencana yang sudah menjadi ketentuanNya, maktub (tertulis). 
Karena itu, selain memang perlu mengantisipasi, kita pun perlu melakukan mekanisasi (menciptakan mekanisme pertahanan-diri) untuk menghadapi peristiwa yang sudah tak bisa diantisipasi. Mekanisme ini dapat kita kelompokkan menjadi dua, yaitu:

Mekanisme eksternal
Misalkan  kita kini merasakan situasi kantor atau rumah tangga yang benar-benar depresif dan sebab-sebabnya sudah ruwet, seperti benang kusut. Mekanisme eksternal yang bisa kita lakukan antara lain: mengatur (to manage), mengubah, memperbaiki, atau pindah ke situasi baru.  Tapi ini men-syaratkan kemampuan, kemantapan, dan tangggung jawab. 

Mekanisme Internal
Jika hal tersebut belum sanggup kita jalankan, maka yang bisa kita lakukan adalah menciptakan mekanisme internal. Jumlah dan bentuk mekanisme internal yang diciptakan Tuhan untuk mempertahankan hidup itu sangat tak terbatas, dari mulai menciptakan interpretasi baru, opini baru, definisi baru, makna baru, refleksi baru, sikap baru dan sebagainya.

Mekanisme internal itu intinya adalah upaya kita menciptakan pikiran, perasaan, dan keyakinan yang membuat kita menjadi lebih kuat dan lebih tercerahkan. Mekanisme internal ini bahkan lebih berperan ketimbang mekanisme eksternal dalam mengkondisikan seseorang menjadi depresi atau tidak. 

Dalam prakteknya, belum tentu orang yang di penjara itu lebih depresif ketimbang orang yang bebas. Belum tentu orang yang namanya dan gambarnya dijadikan sasaran tudingan dan hinaan di media atau demo itu lebih depresif. Bisa ya dan bisa tidak, atau bahkan malah bisa semakin matang, tergantung mekanisme internalnya.

Jika dua hal ini tidak ada, mungkin semua pintu akan tertutup. Dari laporan penelitian beberapa ahli diakui bahwa yang membuat orang tak kunjung bisa menguasai mood-nya adalah karena orang itu tidak menyadari adanya kebutuhan untuk mengubah dirinya. Bahkan mungkin merasa itulah yang benar.


Sebagian materi bersumber dari www.e-psikologi.com

No comments:

Post a Comment