Kerinduan merupakan pusat energi hati, yang membangkitkan setiap orang untuk terus mencari, tanpa kerinduan daya hidup seseorang dapat menjadi lemah dan pada titik tertentu menjadi padam. Untunglah setiap orang memiliki anugrah kerinduan, hanya yang membedakan antara seorang dan yang lainnya adalah cara mengelolanya.
Ada saat kerinduan mengusik hati tanpa pernah mengerti apa sesungguhnya yang dirindukan, hanya terasa ada sesuatu yang kurang di dalam diri yang tak kunjung terpenuhi. Kerinduan yang samar-samar membayangi secara halus namun tidak berdampak nyata dalam keseharian.
Kala mengalami kegembiraan, seakan kerinduaan telah menemukan pemenuhannya, namun dalam waktu relatif singkat timbul penyadaran bahwa kegembiraan itu begitu cepat berlalu dan hidup semakin hampa.
Rasa hampa acap kali hendak dilawan dengan melakukan berbagai aktivitas yang disenangi tapi efek aktivitas inipun hanya sementara, kembali kerinduan muncul menggelisahkan, menimbulkan rasa haus yang tiada taranya, menukik tajam menghujam pusat diri.
Mungkin masuk dalam toko buku terkenal mencari penulis spiritual dapat memberi jawab dan memuaskan kerinduan, buku yang satu seakan memberi jawaban ternyata hanya sementara begitu pula dengan buku yang lain, sehingga berpuluh buku habis terbaca tanpa memberi jawaban yang tuntas, dan kembali kegelisahan menyesakkan mendambakan jawab.
Mungkin dalam meditasi ada jawaban yang dicari, hening membiarkan suara hati mendapat tempat untuk bicara mungkin adalah akhir dari usikkan yang lembut namun tetap itu, tapi kerinduan seakan hanya berlabuh di pelabuhan sementara saja, pencerahanpun hanya bersifat sementara saja.
Mungkin menumpahkan segala rasa dalam percakapan atau tulisan dapat menjadi obat dari kerinduan, namun kerinduan seakan tak tersentuh oleh rumusan kata-kata apapun, sungguh tak terbahasakan walau begitu panjang kata terangkaikan. Daya kerinduan tetap ada, tidak menggebu, tidak memaksa tapi senantiasa mengusik.
Kerinduan ini mungkin adalah bibit-bibit rohani yang telah tertanam sejak kecil yang tidak menunjukkan rupanya bahwa apa yang sesungguhnya dirindukan.
Sasaran kerinduan sejati hanya satu, sehingga dapat menjadi tolak ukur kemurnian dari kerinduan. Bila yang dirindukan lebih dari satu, maka dapat dipastikan kerinduan yang lain tersebut kurang murni, artinya bukan itu yang sesungguhnya yang sedang dirindukan, atau sekurang-kurangnya terasa seakan-akan itu adalah kerinduan sesungguhnya tapi sebenarnya itu adalah kerinduan dengan motivasi yang bila dijadikan rumusan akan berbunyi : aku merindukanmu karena…….
Semakin banyak yang dapat ditambahkan di belakang kata karena, semakin dapat disadari betapa kecilnya tingkat kemurnian kerinduan itu.
Kerinduan sejati tidak memiliki alasan, sungguh-sungguh murni tanpa motivasi apapun. Kerinduan sejati mengkristal dalam kalbu dan tak pernah terpuaskan, sejenak kerinduan ini dapat mencair ketika orang atau sesuatu yang dirindukan ditemui, namun kembali mengkristal menjadi daya cinta yang tetap dan pasti.
Kerinduan selalu menyertai cinta. Besarnya cinta seimbang dengan besarnya rindu yang dimiliki. Kerinduan sejati bersifat tenang, serta dayanya tetap dan pasti. Kerinduan menjadi daya yang menghidupkan ungkapan cinta.
Bila kerinduan begitu menggebu hingga orang yang memilikinya tidak kuasa mengendalikan ungkapannya dapat dikatakan kerinduan itu telah bercampur segumpal ego, sayang sekali bila karunia kerinduan hanya terungkap dalam sikap pemuasan ego yang mendorong tindakan yang buruk dan terus akan dilakukan karena daya kerinduan tak akan pernah habis.
Kerinduan itu sendiri tidak buruk yang tidak mungkin bisa dihilangkan atau bahkan hanya sekedar menekannya, kerinduan adalah daya netral yang perlu diolah bukan sebagai penghancur kehidupan tapi untuk membangunnya. Namun bagaimana kkerinduan dapat diolah dan dimanfaatkan secara efektif untuk membangun kehidupan ?
KERINDUAN – RUANG KOSONG – HAMPA & KEHENINGAN
Bila kerinduan dirasakan secara mendalam akan didapati dalam kerinduan ada perpaduan antara kekosongan, hampa dan keheningan yang dapat diilustrasikan dengan adanya wilayah kosong dalam huruf-huruf dari tulisan ini baik secara mendatar maupun menurun, bila tidak ada ruang kosong, maka huruf-huruf itu menjadi hampa atau bukan apa-apa / ketiadaan.
Begitu pula dengan irama suatu lagu. Antar nada yang satu dengan yang lain ada jeda, iramapun menunjukkan suatu ‘ruang kosong’ atau jeda, tanpa jeda maka tidak ada nada, tidak ada irama - nothing. Ruang kosong antar nada itulah keheningan, tanpa keheningan tidak ada nada sehingga untuk masuk dalam intensitas suatu lagu yang terbentuk dari rangkaian nada maka harus masuklah dalam keheningan yang membentuknya, masuk ke dalam sumber dimana nada dirangkai di dalamnya.
Oleh karenanya melepaskan unsur keheningan dalam mendengarkan segala jenis suara, maka yang sesungguhnya terjadi hanya kebisingan yang ditemui, kebisingan yang mengelisahkan, kegagalan menemukan sumber suara. Dalam keheningan tidak ada lagi suara yang mengganggu, karena sesungguhnya setiap bunyi adalah sarana untuk bertemu dengan realitas dari alam semesta pewahyuan universal dari pribadi Allah sendiri sebagai pencipta.
Alam semesta secara makro adalah jagad raya, namun secara mikro adalah manusia sendiri yang merupakan cita keagungan Sang Pencipta, sehingga daya kerinduan manusia untuk bersatu dengan alam/ ciptaanNya dan Allah sendiri merupakan daya kodrat yang mengusik, yang sesungguhnya adalah kerinduan untuk masuk ke dalam jati dirinya.
Ke dalam jati dirilah kerinduan harus diarahkan bila tidak ingin kehilangan potensinya. Setiap manusia adalah Citra Allah, dimana Allah adalah cinta, sehingga jati diri manusia adalah cinta, pada cintalah kerinduan seharusnya dilabuhkan. Bila jati diri manusia adalah cinta maka biarlah cinta terus menjadi pelabuhan yang terus mengalirkan cinta tanpa henti.
Cinta sejati tidak mungkin dapat dikemas pada kesenangan sewaktu, karena itu berarti menyangkal keabadiannya. Cinta sejati senantiasa tulus, bila cinta tidak lagi tulus maka siksa akan menghampiri dengan kekuatannya yang bagaikan maut. Ketika jalinan cinta hanya melahirkan problem, ketika ketulusan mulai dipermainkan, ketika sikap jujur dan polos mulai disalahmengertikan siapapun akan benar-benar dibuat kecewa bahkan frustasi.
Untuk membangun kehidupan spipritual haruslah belajar mencintai secara murni, tulus dan sejati. Namun betapa langkanya cinta sekualitas itu ditemukan di jaman sekarang, namun itu bukan tak mungkin, karena setiap orang memiliki daya kerinduan. Kerinduan selalu menyertai cinta.
No comments:
Post a Comment