Setiap orang dalam hidupnya pasti pernah merasa kesepian. Perbedaannya hanyalah kadarnya, lamanya, penyebabnya dan tentu saja penanganannya. Kebanyakan orang menghindari kesepian karena kesepian berkonotasi negatif, atau paling tidak menimbulkan perasaan tidak menyenangkan.
Banyak orang mempunyai account facebook dan twitter, untuk tetap terhubung satu sama lain, untuk bisa tahu apa yang tengah dilakukan temannya atau komunitasnya. BbM, YM, instant messenger menjadi sarana penghubung yang tak kenal cuaca, waktu (waktu kerja, waktu keluarga maupun waktu berdoa, bahkan - waktu tidur sekali pun). Memang tidak semua orang ber - account twitter dan facebook maupun melakukan online chat adalah orang-orang kesepian. Namun faktanya, hampir semua orang sepertinya ingin menyapa dan disapa, berkomentar dan dikomentari; ingin menjadi bagian dari komunitas. Mall, cafe dan resto makin ramai dikunjungi bukan sekedar untuk mengenyangkan perut, namun sebagai kesempatan untuk networking, reuni dan menyambung rasa. Keinginan untuk keep in touch menjadi kebutuhan yang tidak ada hentinya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal ini, namun persoalannya, ternyata banyak orang yang tetap merasa kesepian di tengah keramaian maupun di tengah tingginya frekuensi lalu lintas komunikasi via chatting online. Kesepian tidak dialami orang yang tinggal di puncak gunung atau desa terpencil, karena mereka yang hidup di kota besar yang padat penduduk dan hingar bingar hiburan pun ternyata lebih banyak yang merasa kesepian.
Perasaan Kesepian
Menurut definisi wikipedia, "Loneliness is an unpleasant feeling in which a person experiences a strong sense of emptiness and solitude resulting from inadequate levels of social relationships. However, it is a subjective experience.[1] Loneliness has also been described as social pain - a psychological mechanism meant to alert an individual of undesired isolation and motivate her/him to seek social connections.[2]
Perasaan kesepian memang sering di korelasikan dengan tiadanya teman dan kurangnya kasih sayang. Menurut James Park, seorang filsuf beraliran eksistensialis mengatakan bahwa perasaan kesepian tidak selalu disebabkan oleh kurangnya cinta dan teman, namun karena sering disalahartikan dan tidak dipahami, maka segala jenis kesepian lantas diatasi dengan cara bersosialisasi, pacaran, menikah, dsb yang semua berkaitan dengan interpersonal relationship.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ada uraian singkat mengenai penyebab kesepian yang ternyata bukan melulu urusan cinta.
Penyebab Kesepian
Anak-anak, remaja, orang muda hingga manula, pernah mengalami rasa kesepian. Anak-anak merasa kesepian ketika ditinggal pergi orangtua mereka. Istri/suami yang kesepian karena kehilangan pasangan, akibat kematian atau perpisahan. Seorang gadis atau pemuda kesepian setelah putus dari pacar. Ibu yang kesepian karena anak-anaknya tinggal di luar kota. Atau seseorang yang karena sakit harus tinggal di rumah atau di rumah sakit, terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Pindah rumah atau pindah sekolah bisa juga menyebabkan kesepian karena tercabut dari komunitasnya dan harus menghadapi komunitas baru.
Kesepian yang disebabkan perubahan sosial atau pun perubahan kondisi eksternal dikatakan bersifat temporer dan relatif lebih mudah diatasi. Sementara itu ada jenis kesepian lain yang disebutkan di atas, yakni merasa kesepian di tengah keramaian, berada di pesta, sedang berkumpul dengan teman, berada di tengah keluarga. Jadi dalam situasi dan lingkupan apapun, perasaan kesepian itu tetap ada. Inilah yang dikatakan existential loneliness. Seseorang yang mengalami eksistensial loneliness, tidak peduli sebanyak dan setinggi apapun frekuensi outing, dating dan chatting-nya, akan tetap merasa kesepian. Menurut artikel dari Associate Press, "quantity of contact does not translate into quality of contact".[3]
Existential Loneliness/kesepian eksistensial
Kesepian eksistensial kerap menjadi sesuatu yang bersifat kronis karena sudah terjadi dalam jangka waktu lama tanpa disadari atau memang sengaja diabaikan. Artinya, perasaan kesepian itu disadari namun tidak ditindaklanjuti karena berpikir perasaan itu disebabkan karena faktor lingkungan.
Kesepian yang bersifat kronis ini menimbulkan perasaan hampa yang menyedihkan, sehingga banyak yang tidak tahan dan mengalami depresi. Kehampaan yang bersumber dari dalam jiwa ini terjadi karena sebab yang bermacam-macam, bisa karena hidup tanpa arah dan tujuan, sehingga dari hari ke hari seperti robot, hanya mengikuti irama rutinitas. Ada yang belum menemukan makna, karena hidupnya sangat terbatas, bukan miskin - tapi terlalu steril, flat, datar karena terlalu takut mengambil resiko sehingga tidak berani mengarungi kesempatan dan kemungkinan. Ada pula yang merasa kosong, karena tidak menemukan hal baik dan positif dari dirinya, sehingga tidak tahu apa gunanya dia dilahirkan, apa gunanya kehidupan ini dan apa gunanya ia bagi orang lain.
Ada yang berusaha menghilangkan rasa sepi, hampa dan kosong dengan bergaul sebanyak dan sesering mungkin. Ada pula yang mencari cinta, karena dipikirnya, cinta seseorang akan melengkapi kekosongan jiwa. Secara filosofis dan psikologis, kehampaan jiwa tidak mungkin diatasi dengan menanam cinta/import cinta dari luar, dan hal ini menurut para filsuf adalah tindakan ilusi yang "tidak nyambung". Maka, ganti pasangan, mencari cinta baru yang dianggap dan diharapkan bisa mengatasi kekosongan - adalah tindakan mustahil. Karena solusinya tidak bisa dengan menambal kehampaan dari luar. Pertumbuhan itu harus dari dalam.