Translate

March 10, 2011

Keutuhan Jiwa

Kahlil Gibran………

Bangunlah, Cintaku. Bangkitlah! Karena jiwaku mengelu-elukanmu dari dasar laut., dan menawarkan padamu sayap-sayapnya dari atas gelombang dahsyat.

Bangkitlah, karena kesunyian telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah para pejalan kaki.
Rasa kantuk telah memeluk roh setiap lelaki, sementara aku terbangun sendiri, rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.

Cinta membawaku dekat denganmu, namun kecemasan mencampakkan diriku jauh darimu.

Aku telah meninggalkan tempat tidurku, Cintaku, karena takut pada hantu lupa yang berada di balik selimut.
Aku telah membuang bukuku, karena keluhku mengunci kata-kata dan desah naasku mengabaikan halaman buku yang kosong di depan mataku!

Bangun, bangkitlah, Cintaku dan dengarkan aku!
Aku mendengarkanmu, Kekasihku! Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas dan merasakan lembutnya sentuhan sayapmu. 

Aku telah jauh dari ranjangku, beranjak ke tanah lapang, hingga embun membasahi kaki dan bajuku. Di sinilah aku berdiri, di bawah bunga-bunga pohon Almond, memenuhi panggilan jiwamu.

Bicaralah padaku, Cintaku, dan biarkan napasmu yang di bawa angin gunung sampai padaku melalui lembah-lembah Lebanon kuhirup. 

Bicarah. Tak ada yang akan mendengar selain diriku. Malam telah melarutkan semua manusia di atas tempat tidurnya.

Surga telah menyulam temaram cahaya rembulan dan menghamparkannya ke seluruh daratan Lebanon,Kekasihku.
Surga telah meriasnya dengan bayangan malam, jubah tebal membentang dari atas cerobong pabrik-pabrik, napas kematian, dan menggelarnya di telapak kota, Cintaku.


Para penduduk telah pulas menggantang mimpi di gubuk-gubuk mereka di tengah pohon kenari. Jiwa mereka mempercepat langkah mereka mengejar negeri mimpi, Kekasihku.

Lelaki-lelaki lunglai memanggul emas, dan curamnya tebing yang mereka lalui melemaskan lutut mereka. Mata mereka mengantuk karena dililit kesulitan dan ketakutan. Mereka melemparkan tubuh ke atas tempat tidur sebagai tempat berlindung dari hantu-hantu menakutkan dan mengerikan, Cintaku.

Hantu-hantu masa lalu bergentayangan di lembah-lembah. Jiwa para raja dan nabi melintasi bukit-bukit.
Pikiranku yang berhias kenangan mengungkap kekuatan bnagsa Chaldea, kemegahanbangsa Asyria, dan keluhuran bangsa Arab.

Di lorong-lorong gelap, jiwa-jiwa pencuri ynag tegap berjalan, moncong-moncong nafsu ular berbisa muncul dari celah-celah benteng, dan rasa sakit berdengung dengan kematian, muntah-muntah sepanjang jalan. Kenangan menyingkap tabir kelupaan dari mataku dan tampaklah Sodom yang menjijikkan, serta dosa-dosa Gomorah.

Ranting-ranting berayun, Kekasihku, dan desaunya bertemu dengan desiran anak sungai di lembah. Syair-syair Sulaiman, nada kecapi Daud dan tembang Ishak al-Mausili mengiang-ngiang di telinga kami.

Jiwa anak-anak kelaparan di penginapan menggelepar, ibunya mengeluh di atas kasur dukanya, dan kekecewaan telah jatuh dari langit. Mimpi-mimpi kecemasan melanda hari yang lemah. Aku mendengar rintihan pahitnya.

Semerbak bunga melambai seiring  napas pohon-pohon cedar. Terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan, harum itu mengisi jiwa dengan kasih saying dan meniupkan kerinduan untuk terbang.

Tetap, racun rawa-rawa juga berkelana, mengepul bersama penyakit. Seperti panah rahasia yang tajam, racun itu telah menembus perasaan dan meracuni udara.

Tanpa kusadari matahari telah memancarkan cahaya pagi, cintaku, dan jemari-jemari timur yang lentik menyentuh mata-mata orang yang terlelap. Cahaya itu memaksa mereka membuka daun jendela, menyibak hati dan kemenangan. 

Desa-desa yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak lebah terbangun, lonceng-lonceng gereja berdentangan memenuhi angkasa sebagai panggilan untuk mulai berdoa.

Dan dari gua-gua, genta-genta juga berdentang, seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersam-sama dengan khusuknya. Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya, kambing dan biri-biri meninggalkan bangsalnya untuk menuai rumput yang berembun dan berkilauan oleh cahaya. 

Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil mengamatinya di balik ilalang. Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi bagai burung menyambut pagi.

Kini tangan siang hari yang perkasa terbentang di atas kota.Gorden telah di sibak dari jendela dan pintu pun terbuka. Mata yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di tempat kerjanya. Mereka merasakan kematian telah melanggar batas dan roman muka yang layu menyiratkan ketakutan dan kekecewaan. 

Jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan tergesa-gesa, dan dimana-mana terdengar desingan besi, derak derik roda dan siulan angin. Kota telah menjadi arena pertempuran diman ayang kuat menjegal yang lemah dan si kaya mengeksplitasi dan menjadi raja di atas si miskin.

Betapa indah hidup ini kekasihku, seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini, Cintaku, bagai debar jantung penjahat yang kecut dan ketakutan.

No comments:

Post a Comment