Translate

March 3, 2011

Adat Mendirikan Rumah ala Bugis

Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tambahan pada samping bangunan utama dan bagian depan [ orang bugis menyebutnya lego - lego ].

Rumah bugis dahulu
Menurut adat istiadat yang berlaku pada suku bugis, strata sosial seseorang dapat dilihat dari atap rumahnya. Pada umumnya atap rumah adat bugis berbentuk prisma, nah bentuk atap ini, tepatnya pada tutup bubungan (timpa’ laja) terdiri dari berbagai model  yang mencirikan strata sosial seseorang.

Jenis-jenis rumah bugis jaman dahulu;
  • Salassa’ atau Saoraja. Salassa’ hanya ditempati oleh arung (raja) yang memimpin pemerintahan dan lazim juga dise-but Saoraja. Saoraja dapat pula ditempati oleh Bangsawan dan/atau keturunan raja yang terdekat.
  • Salassa Baringeng (lantainya rata). Salassa Baringeng (lantainya rata) yang ditempati oleh bangsawan yang disebut Anak Cera Ciceng.
  • Rumah tiga petak (lantainya bertingkat) memakai tamping tassoddo’. Rumah tiga petak (lantai bertingkat) yang ditempati oleh mereka yang disebut ata simana (ata yang tidak dapat berpisah dengan raja/bangsawan dan mereka ini berhak menda-pat warisan baik materil maupun inmateril, antara lain kedudukan.
  • Rumah dua petak. Rumah dua petak (Tellukkaarateng) ditempati oleh rakyat biasa termasuk: Ata mana (hamba yang dibeli atau yang dikalahkan dalam judi atau dalam perang), Ata Passaromase (hamba karena mencari kehidupan, lalu meng-hambakan diri).

Adapun timpa’ laja yang masih dipergunakan sekarang sebagai salah satu pembeda antara rumah bangsawan dan masyarakat biasa, dan jenis-jenisnya adalah;
  1.  Salassa’ tidak terbatas banyaknya tingkatan Timpa’ Laja’nya.
  2.  Salassa Baringeng, hanya tiga tingkatan timpa’ laja’nya.
  3.  Rumah tiga petak, dua tingkatan timpa’ laja’nya.
  4.  Rumah rakyat, tidak bertingkat timpa’laja’nya.
Namun pada jaman sekarang mungkin kita hanya akan menjumpai dua jenis rumah panggung bugis, yaitu Salassa dan Saoraja untuk kaum bangsawan dan bala (rumah panggung biasa) untuk masyarakat pada umumnya, tanpa mengikat pada suatu model dan ukuran tertentu. Besar kecil dan model rumah tergantung pada tingkat social dalam artian tingkat kesejahteraan seseorang.


Arsitektur rumah bugis
Untuk mendirikan rumah selalu menggunakan dua arah sebagai arah yaitu timur dan barat. Dimana bentuk rumah adalah persegi empat.


Menurut kepercayaan orang bugis, mendirikan rumah adalah bagaikan menciptakan hidup baru bagi pria dan wanita, oleh karena  itu rumah diklassifikasikan sebagai manusia. Bagaikan kehidupan sebagai pria dan wanita yaitu :
  • Tiang pertama (kesamping dan ke belakang ), sebagai tempat bersandarnya tangga di umpamakan sebagai pria, karena tangga sebagai  tempat lalu lintas mencari dan membawa rezeki dari sang pria (Kepala Rumah Tangga) untuk sang wanita (Ibu rumah tangga).
  •  Tiang kedua  atau ketiga (kesamping dank e belakang), disebut sebagai  “possi’ bola” (pusat rumah) di ibaratkan sebagai perempuan, karena di sinilah sebagai pusat untuk menyimpan atau mempergunakan reseki yang di bawa oleh kepala rumah tangga.
Secara umum, bagian bagian dari rumah panggung ala bugis adalah:
  1.  Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang  alliri.
  2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.
  3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.
Dalam mendirikan rumah yang pertama-tama didirikan ialah tiang dasar atau pusar rumah barulah tiang tempat sandaran tangga yang menyusul tiang – tiang lainnya. 

Untuk mendirikan rumah menurut kepercayaan orang bugis, kedua tiang ini mempunyai fungsi yang khusus, oleh karena itu di bawah tiang tersebut disimpan benda-benda sebagai berikut:
  • Kaluku (kelapa), Golla (gula). Aju Cenning (kayu manis), Ade Cenning (adas manis); diharapkan agar kehidupan rumah tangga selalu rukun dan bahagia dan murah rezeki.
  •  Buah Pala; diharapkan agar setiap anggota rumah tangga menaati aturan-aturan adat yang berlaku dalam rumah tangga itu sendiri.
Nah, bila sudah terbentuk menjadi rumah panggung utuh, maka rumah ini akan terdiri dari 3 bagian, yaitu;
  1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
  2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ).
  3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.
Umumnya arsitektur rumah orang bugis memiliki kolong.  Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ),  memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawagh ( paratiwi ).

Adat menempati rumah baru

1. Kepala dan Ibu rumah tangga bila menempati rumah baru, harus membawa ayam yaitu :
Kepala rumah tangga membawa ayam betina. Ibu rumah tangga membawa ayam jantan. Setelah kepala dan ibu rumah tangga sampai diatas rumah kedua ayam tersebut dilepaskan dan tidak boleh dipotong, karena dianggap sebagai ayam penjaga rumah.

Menurut kepercayaan orang Bugis, membawa ayam berarti kehidupan dan penghidupannya selalu dalam keadaan baik dan tentram, karena dalam istilah Bugis ayam adalah “Manu” diterapkan dalam kehidupan adalah manuanu mutoi atuwotuwongenna. Artinya baik-baik. Didalam menempati rumah baru Kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga menempati tempat yang suci satu malam, lalu pindah ke tempat yang telah disediakan yaitu pada Lontang Tengga (ruang tengah).

2. Sebelum kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga menempati rumah baru tersebut, terlebih dahulu ditempatkan buah-buahan yaitu :
  •  Kelapa bertandan (Kaluku mattunrung) tua dan mudah.
  •  Pisang bertandan (Otti Mattunrung) yang tua.
  •  Nangka yang tua.
  •  Nenas yang tua.
  •  Tebu.
  •  Buah-buahan lain  yang manis-manis.
Maksudnya  agar kehidupan dan penghidupan rumah tangga itu baik-baik dan bahagia. Anasa- cita - cita terkabul. (rifomi-nasai).

3. Setelah upacar menempati rumah baru berlangsung, disediakanlah makanan untuk para tamu-tamu dan bahkan seisi rumah, terutamah makanan yang menurut kepercayaan orang-orang bugis membawa pengaruh dalam kehidupan dan penghidupan dalam rumah tangga itu, antara lain :
  •  Lana-lana (bedda’) kue ini adalah tepung mentah yang dicampur dengan kelapa dan gula merah. Lana-lana artinya “Mas-agena” (Longgar) = berkecukupan.
  • Jompo-jompo dan Onde-onde. Kue ini dibuat dari tepung ketan, bentuknya bundar, isinya gula merah. Khusus onde-onde cara memasaknya ialah dengan memasukkannya kedalam air yang se-dang mendidih dan sebelum masak onde-onde tersebut muncul terapung di atas air. Menurut kepercayaan orang-orang Bugis, bahwa generasi di masa mendatang memperoleh kehidupan dan penghidupan yang baik dan bahagia. Mompo – Timbul – Muncul. Upacara menempati rumah baru kadang-kadang berlangsung selama 3 sampai 7 hari berturut-turut, yang dikunjungi oleh segenap famili, bahkan segenap penduduk dalam kampung tersebut.
Dalam semua bentuk dan macam rumah Bugis ini dikenal istilah Bola Gennea’ (rumah Sempurna). Terutama dalam hubungan filsafat dan pandangan hidup orang-orang Bugis yang disebut dengan Sulafa’ Eppa (persegi empat). Karena bentuk rumah harus persegi empat yang memiliki empat unsur kesempurnaan. 

Demikianpun bentuk kampung dahulu kala juga persegi empat. Orang-orang Bugis baru dikatakan sempurna dan lengkap kalau memiliki Sulafa’Eppa (laki-laki bersegi empat). Pribahasa dan Petuah Petitih: ”Iyyafa muabbaine mubolaifi Sulafa’ Eppa’e” berarti barulah engkau kawin kalau memiliki empat segi.



Literature;  Dist. Prof. Dr.A.Zainal Abidin Farid SH.
                     Mattulada, Prof. DR, 1995

No comments:

Post a Comment