Translate

October 26, 2010

Jalaluddin Rumi

Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al Bakri (Jalaluddin Rumi) lebih populer dengan nama Rumi. Beliau adalah seorang penyair sufi dilahirkan di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabbiul Awwal tahun 604H, atau tanggal 30 September 1207M. Ayah beliau masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad Muhammad bin Husein. Ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi adalah seorang cendekiawan soleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang ulama besar yang bermadzhab Hanafi dan karena karisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul  Ulama.

Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Umar Khayyam. Di tempat ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah ketuhanan. Mereka juga pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut), lalu pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara), dan terakhir menetap di Konya (Turki).

Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasehatnya dan sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Dikota ini pulalah ayah Rumi meninggal ketika itu Rumi berusia 24 tahun.

Selain kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya dan beliau baru kembali ke Konya pada 634H dan ikut mengajar pada perguruan tersebut.

Rumi bukan hanya sekedar penyair, tetapi juga tokoh sufi yang sangat berpengaruh. Rumi adalah guru nomor satu dari tarekat Maulawiah-sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan istana Turki Utsmani dan kalangan seniman pada sekitar tahun 1648.

Ketika Rumi berusia 48 tahun beliau berjumpa dengan seorang sufi pengelana bernama Syamsuddin alias Syamsi Tabriz yang kemudian menjadi gurunya . Rumi telah menjadi sufi berkat pergaulannya dengan  Tabriz. Kesedihannya berpisah an kerinduannya untuk berjumpalagi dengan gurunya itu telah turut berperan mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi penyair yang amat sulit ditandingi. Untuk mengenang dan menyanjung gurunya, Rumi menulis syair syair yang kemudian dihimpunnya yang dikenal sebagai Divan-i Syams-i Tabriz. Beliau membukukan pula wejangan dan nasehat gurunya dalam rangkaian yang berjudul Maqalat-i Syams Tabriz.

Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas motivasi sahabatnya, ia berhasil selama 15 tahun terakhir masa hidupnya menghasilkan himpunan syair yang begitu mengagumkan yang di beri nama Masnavi-i. Buku ini terdiri dari 6 jilid dan berisi 20.700 bait syair.

Dalam karyanya ini terlihat ajaran tasawuf yang begitu mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain lain. Karyanya yang lain adalah 'Rubaiyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600 bait), Fiihi Maa Fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramah tentang tasawuf) dan Maktubat (himpunan surat suratnya kepada sahabat dan pengikutnya).

Bersama Syekh Hisamuddin pula Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Di barat, tarekat ini dikenal dengan nama The Whirling Dervhises (para darwisy yang berputar putar). Nama ini muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar putar , yang di iringi oleh irama gendang dan suling dalam dzikir mereka.

Pada 5 jumadil Akhir 672H dalam usia 68 tahun Rumi wafat karena sakit keras yang dideritanya. Penduduk Konya begitu kehilangan sosok seorang ulama besar yang dihormati.

Berikut kutipan syair menjelang kematian beliau:

Aku mati sebagai mineral dan menjelma sebagai tumbuhan
Aku mati sebagai tumbuhan dan lahir kembali sebagai binatang
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.

Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.

Sekali lagi, aku masih harus mati sebagai manusia
Dan lahir dialam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
Aku masih harus mati lagi.

Karena kecuali Tuhan,
Tidak ada sesuatu yang kekal abadi.

Setelah kelahiranku sebagai malaikat, aku masih akan menjelma lagi
Dalam bentuk yang tak kupahami.

Ah, biarkan diriku lenyap, memasuki kekosongan, kesunyataan
Karena hanya dalam kesunyataan itu terdengar nyanyian mulia;

“Kepadanya kita semua akan kembali”

No comments:

Post a Comment