Pernahkah
anda mendapati seorang anak, mungkin putra/puteri sendiri, anak tetangga,
ataupun anak yang kita jumpai di suatu tempat yang tiba tiba saja berguling
guling di lantai sambil menangis sekencang kencangnya ataukah mengamuk, memukul
dan menendang karena keinginannya tidak dipenuhi. Dalam rentang waktu yang
singkat dia menjadi anak yang liar, sulit dikendalikan dan didekati. Bagaimana
respon anda melihat anak seperti itu?
Kejadian
seperti itu merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper
Tantrums yaitu suatu luapan emosi
yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya
disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan
sampai 6 (enam) tahun.
Tantrum
biasa terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih
mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
·
Memiliki
kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.
·
Sulit
menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.
·
Lambat
beradaptasi terhadap perubahan.
·
Moodnya (suasana
hati) lebih sering negatif.
·
Mudah
terprovokasi, gampang merasa marah/kesal.
·
Sulit
dialihkan perhatiannya.
Tantrum
termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh
perilaku tantrum, menurut tingkatan usia:
1.
Di bawah usia 3 tahun:
·
Menangis
·
Menggigit
·
Memukul
·
Menendang
·
Menjerit
·
Memekik-mekik
·
Melengkungkan
punggung
·
Melempar
badan ke lantai
·
Memukul-mukulkan
tangan
·
Menahan
nafas
·
Membentur-benturkan
kepala
·
Melempar-lempar
barang
2.
Usia 3 - 4 tahun:
·
Perilaku-perilaku
tersebut diatas
·
Menghentak-hentakan
kaki
·
Berteriak-teriak
·
Meninju
·
Membanting
pintu
·
Mengkritik
·
Merengek
3.
Usia 5 tahun ke atas
·
Perilaku-
perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas
·
Memaki
·
Menyumpah
·
Memukul
kakak/adik atau temannya
·
Mengkritik
diri sendiri
·
Memecahkan
barang dengan sengaja
·
Mengancam
Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tantrum. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Terhalangnya
keinginan anak mendapatkan sesuatu
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan
tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara tantrum untuk menekan orangtua agar
mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.
2.
Ketidakmampuan
anak mengungkapkan diri
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada
saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak
bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi
frustrasi dan terungkap dalam bentuk tantrum.
3.
Tidak
terpenuhinya kebutuhan
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang
cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau
suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan
berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa
stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah tantrum. Contoh
lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya.
Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4
tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak
diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah
atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara tantrum agar diperbolehkan.
4.
Pola
asuh orangtua
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan
untuk menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan
apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi
anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak
bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku tantrum.
Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak
tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang
kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali
mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan
oleh orangtua dan menjadi tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau
pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan
anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan tantrum agar mendapatkan
keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.
5.
Anak
merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit
6.
Anak
sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman
(insecure)
Tindakan
Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996)
banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa tantrum adalah suatu perilaku yang
masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu
periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari
proses perkembangan, episode tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang
bisa dilihat dari perilaku tantrum adalah bahwa dengan tantrum anak ingin
menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan
pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa
mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti
bahwa tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati (encourage).
Jika
orangtua membiarkan tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan
yang diinginkannya setelah ia tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi
dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua
sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan
agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan
hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi tantrum, orangtua juga
menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang
bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi,
takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang
tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang
merasakan emosi tersebut.
Pencegahan
Langkah pertama untuk mencegah terjadinya tantrum adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil.
Tantrum
juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan
anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari
sekolah dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi
stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak
terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan,
sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan
orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk.
Langkah
kedua dalam mencegah tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara orangtua
mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak
terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah
kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua
menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?
Jika
anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang
anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, jangan
heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti. Konsistensi
dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada
ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu
sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman
pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa
orangtuanya selalu sepakat dan rukun.
Ketika Tantrum Terjadi
Jika tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang
sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
Memastikan
segalanya aman. Jika tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke
tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama tantrum (di rumah maupun
di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan
dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut.
Atau jika selama tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri,
jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.
Orangtua
harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga
emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak.
Tidak
memberi perhatian pada tantrum anak (ignore). Selama tantrum berlangsung,
sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan
nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan tantrumnya, karena
anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan
tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan
semakin lama tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah
membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha
menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.
Jika
perilaku tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai,
selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi
jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya
malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada
dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati
atau complaint (dengan berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin
mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil
lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan
mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai
kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa
aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.
Ketika Tantrum Telah Berlalu
Saat tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah
terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran,
maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak
boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika tantrum terjadi karena menginginkan
sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua
akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi
orangtuanya.
Berikanlah
rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain
sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah,
sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.
Setelah
tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi tantrum.
Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon
perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau
sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah tantrum
berikutnya.
Jika
anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak
nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau
memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah tantrum
berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua
dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika tantrum belum dimulai,
bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orangtua dan
anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat
yang ideal.
Referensi: http://e-psikologi.com
No comments:
Post a Comment