## dari Khalil Gibran - an Nabda Fii Fan Al Musica ##
Saat manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, ia di anugrahi alunan nada music untukdigunakan sebagai bahasa yang istimewa. Bahasa itulah yang menceritakan rahasia-rahasia yang tersimpan rapi dalam hati manusia. Aluna nada music menjadi dialog antara isi hatinya manusia. Musik bagaikan cinta yang mempengaruhi perjalanan hidup manusia.
Alunan nada itulah yang disenandungkan oleh bangsa Barbar di gurun-gurun tandus, sehingga menggetarkan perasaan para raja di istana. Ia adalah komposisi kesedihan, penderitaan, serta ratapan kematian. IA juga mampu menjadi rintihan pujian yang mencabik-cabik kebekuan hati.
Alunan nada music adalah kumpulan perasaan baghagia yang bertaburan dimana-mana, lalu menjadi sebuah senandung yang menghibur sedihnya penderitaan. Musik adalah khutbah matahari saat ia menghidupkan bunga-bunga di taman, dengan sinarnya yang penuh kehangatan.
Musik bagaikan benderang cahaya lampu yang mengusir pasukan kegelapan jiwa, lalu menghadirkan terang di hati, sehingga mampu menampakkan isinya di sudut terdalam. BAgiku, alunan nada adalah bayangan jati diri. Ia adalah khayalan – khayalan indrawi yang sejati.
Musik mampu menjadikan jiwa kita seperti cermin yang tegak lurus berhadapan dengan berbagai peristiwa alam. Sedangkan para pemusik adalah orang-orang yang bertugas memantulkan gambaran yang kita bayangkandan kita khayalkan. Musik mampu membuat jiwa kita menjadi bunga halus dalam sentuhan angin takdir.
Tetesan-tetesan embun fajar membuat jiwa-jiwa bergetar. Hembsan angin pagi membuat kepala tertunduk, terlelap dalam damai. Kicau burung membangunkan insane dari tidur lelapnya. Ketika ia menyimak dan merasakan kicauan itu, ia lalu melontarkan pujian kepada Yang Maha Abadi, yang telah mwnciptakan kicauan burung yang merdu. Ia juga memujinya karena telah menciptakan perasaan yang sangat halus untuknya.
Kicauan burung itu telah mengguncang kekuatan pikiran manusia sehingga ia bertanya pada dirinya, pada sekelilingnya, tentang rahasia yang terkandung dalam senandung burung yang tidak lebih mulia dari dirinya itu. Ia bertanya tentang senandung yang mampu menggerakkan dawai-dawai emosinya, lalu menghadirkan ilham kepadanya sehingga mampu menyerap makna yang terkandung dalam kitab-kitab purba.
Manusia meraba-raba dengan pertanyaan. Ia ingin memastikan, apakah kicauan burung itu berarti dialog dengan bunga-bunga di kebun? Ataukah kicauan itu berarti cerita yang disampaikan untuk dahan-dahan pepohonan? Ataukah kicauan itu adalah bagian dari orchestra alam yang lain seperti suara derasnya air terjun, seperti gemericik aliran air pada anak-anak sunga? Ataukah juga berarti bahwa kabar tentang rahasia alam? Namun atas semua pertanyaan itu manusia tidak mendapatkan jawabannya.
Manusia takkan pernah mengerti apa yang dikatakan burung-burung yang bertengger di ujung dahan-dahan pepohonan. IA juga takkan mengerti makna gemericik air yang mengalir di sungai-sungai kecil. Ia bahkan takkan pernah mengetahui maksud gemuruh gelombang di lautan, atau riak ombak yang perlahan mendekati pantai.
Manusia takkan mampu memahami cerita yang dikisahkan hujan, saat jatuh tercurah, mengguyur daun-daun pepohonan. Ia takkan pernah mengerti kata-kata yang diucapkan oleh hujan, ketika jemarinya yang lembut menyentuh langkan jendela-jendela rumahnya.
Manusia memang tidak akan mampu manangkap makna kata-kata yang diucapkan angin pada bunga-bunga di taman, tapi ia akan merasakan bahwa hatinya dapat memahami dan mengetahui manfaat suara-suara itu. Dengar suara-suara itu ia akan tergetar bahagia, atau justru ia akan terpuruk sedih.
Manusia akan mengetahui dan merasakannya karena sebelum kejadian alam, suara-suara abadi telah mengajaknya berdialog dengan bahasa yang halus. Sekalipun mulutnya terkunci rapat, bingung dengan tubuh terikat tak mampu bergerak, tetapi jiwanya tetap berdialog panjang lebar dengan alam. Sekalipun kata-katanya terkadang hanya diwakilkan kepada tetes-tetes yang menyeruak dari kelopak matanya, tetapi air mata itu justru adalah lidah terfasih yang menerjemahkan kata hatinya.
No comments:
Post a Comment